Jumat, 27 November 2009

Ideologi Islam VS Ideologi Kapitalisme (Bagian I)

oleh : Hidayatullah Muttaqin

Definisi Ideologi

Sebuah ideologi menurut Muhammad Muhammad Ismail, haruslah memiliki pemikiran mendasar yang memancarkan pemikiran-pemikiran lainnya. Pemikiran mendasar itu sendiri merupakan pemikiran yang tidak didahului oleh pemikiran lainnya dan hanya terbatas pada pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan. Menurutnya, pemikiran mendasar inilah yang disebut dengan akidah.[1]

Ia mensyaratkan bahwa suatu akidah disebut sebagai pemikiran mendasar bila akidah tersebut dihasilkan melalui proses pemikiran bukan dengan jalan pendogmaan. Meskipun adanya suatu akidah tidak harus dihasilkan dari proses pemikiran (cukup dengan pendogmaan saja), akan tetapi hanya akidah yang dihasilkan dari proses pemikiran saja - yang kemudian disebut akidah akliyah - yang dapat menghasilkan pemikiran yang menyeluruh dan memancarkan pemikiran-pemikiran lainnya. Dengan kata lain akidah yang diperoleh karena hasil pendogmaan tidak mampu menjadi dasar pemikiran ideologis, sedangkan akidah yang diperoleh dengan pemikiran yang dibangun berdasarkan akal dapat dijadikan dasar pijakan berdirinya sebuah ideologi.[2]

Secara lebih rinci an-Nabhani menjelaskan bahwa akidah akliyah adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan, tentang Zat yang ada sebelum dan sesudah kehidupan, dan hubungan ketiganya dengan Zat tersebut. Hasil pemikiran menyeluruh ini merupakan satu jawaban atas permasalahan pokok hidup manusia, yaitu: dari mana alam semesta, manusia dan kehidupan berasal? Kemana ketiganya setelah berakhirnya kehidupan? Dan untuk apa manusia hidup di dunia ini? Pemikiran menyeluruh inilah yang menjadi solusi fundamental bagi diri manusia. Karena dengan memecahkan permasalahan pokok kehidupan manusia ini, maka terpecahkanlah permasalahan kehidupan lainnya menurut cara pandangnya.[3]

Di atas pemikiran yang mendasar ini, manusia dapat membangun pemikiran-pemikiran yang fungsinya memecahkan berbagai problematika kehidupan manusia. Artinya dari akidah akliyah manusia dapat membangun sistem kehidupan, melahirkan pemikiran-pemikiran cabang yang menjadi solusi hidupnya seperti pemikiran tentang sistem politik, sistem hukum, sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem pendidikan. Pemikiran-pemikiran cabang ini tidak lain merupakan peraturan yang dipancarkan akidah tersebut.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ideologi (mabda) merupakan akidah akliyah yang melahirkan peraturan. Menurut an-Nabhani, peraturan yang lahir dari akidah berfungsi untuk memecahkan seluruh problematika kehidupan manusia, menjelaskan bagaimana cara pelaksanaan pemecahannya, bagaimana memelihara akidah itu sendiri. An-Nabhani juga mengatakan tata cara pelaksanaan pemecahan masalah kehidupan, tata cara pemeliharaan akidah dan penyebaran akidah disebut thariqah. Sedangkan pemecahan permasalahan kehidupan manusia disebut fikrah. Dengan demikian, ideologi tegak dengan adanya fikrah dan thariqah, sehingga akidah sebagai asas ideologi juga menjadi qaidah fikriyah (kaidah berpikir) dan qiyadah fikriyah (kepemimpinan berpikir) ideologi tersebut.[4]

Meskipun suatu ideologi telah memiliki solusi masalah kehidupan yang fundamental dan mempunyai cara (metode) memecahkan berbagai permasalahan kehidupan manusia, namun itu bukanlah jaminan bahwa ideologi tersebut merupakan ideologi yang benar, yang mempunyai kemampuan untuk membawa manusia mencapai kebahagian hakiki dan menghindarkannya dari malapetaka kehidupan di dunia.

Ideologi yang benar adalah ideologi yang muncul di dalam pemikiran manusia melalui wahyu Allah. Karena ideologi ini bersumber dari Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, sehingga pemecahan atas permasalahan pokok kehidupan dan berbagai permasalahan kehidupan lainnya kebenarannya pasti (qath'i). Sedangkan ideologi yang muncul di dalam pemikiran manusia karena kejeniusannya adalah ideologi yang salah (bathil), karena manusia hanyalah makhluk Allah sehingga memiliki kelemahan termasuk ketidakmampuan akalnya dalam menangkap seluruh realitas yang ada di dunia ini. Manusia juga selalu memiliki pandangan yang berbeda terhadap suatu masalah seperti masalah hukum dan kebijakan publik sehingga muncul pertentangan dan perselisihan yang menyebabkan pandangan mayoritas atau mungkin hanya pandangan orang-orang yang memiliki kekuatan (kekuasan/harta) di atas orang lainnya yang akan diterapkan/dipaksakan. Akibatnya pandangan yang diterapkan sangat kontradiksi dengan kebenaran yang seharusnya dan mengakibatkan kesengsaraan manusia.[5]

Berdasarkan definisi ideologi di atas serta batasan-batasan yang melingkupinya, maka di dunia ini hanya ada tiga ideologi saja, yaitu Islam, Kapitalisme, dan Sosialisme/Komunisme.[6] Sekarang ini, ideologi Islam hanya diemban oleh individu dan gerakan Islam, sedangkan ideologi Kapitalisme dan Sosialisme/Komunisme diemban oleh negara, bahkan ideologi Kapitalisme merupakan ideologi yang dominan saat ini.[7]

Ideologi Kapitalis

Ideologi Kapitalis merupakan ideologi yang muncul dan berkembang pertama kalinya di Eropa. Asas dan akidah ideologi Kapitalis adalah Sekularisme. Akidah ini merupakan hasil pergolakan pemikiran di Eropa dan Rusia antara para filosof dan pemikir yang berusaha melawan negara dan gereja yang pada saat itu sangat menindas rakyatnya sendiri. Para raja dan kaisar memanfaatkan otoritas gereja untuk kepentingannya, sebaliknya gereja memanfaatkan raja untuk mengukuhkan dogma-dogmanya. Mereka mengeksploitasi, menghisap, dan menzalimi rakyat untuk kepentingan dan keuntungan para raja dan pemegang otoritas gereja.[8]

Doktrin yang eksis pada saat itu menganggap raja sebagai wakil Tuhan, sehingga setiap individu yang beriman kepada Tuhan dituntut tunduk dan patuh pada raja karena itulah kewajiban yang harus dilaksanakan rakyat. Tetapi dalam doktrin ini raja tidak bertanggung jawab dan tidak memiliki kewajiban terhadap rakyatnya sendiri.[9]

Dari penindasan tersebut muncul pemikiran bahwa jika mereka beriman kepada Tuhan maka sama saja mereka menerima penindasan, sehingga jika mereka ingin lepas dari penindasan dan mendapatkan kebebasan mereka harus meninggalkan Tuhan.[10]

Pada abad ke-15 dan 16 muncul kebangkitan besar-besaran melawan otoritas gereja dan kezaliman negara.[11] Sebagian para filosof dan pemikir yang menentang raja-raja zalim mengingkari agama, sebagian lagi mengambil jalan tengah dengan pandangan agama harus dipisahkan dari kehidupan (Sekularisme). Akhirnya pada abad ke-17 para filosof dan pemikir terbebaskan dari pasungan otoritas gereja[12] karena di antara kedua pihak yang bertikai melakukan kompromi dengan mengambil jalan tengah Sekularisme.[13] Berakhirnya pergolakan pemikiran ini menjadi tanda keruntuhan otoritas gereja dan kebangkitan ilmu pengetahuan Barat yang sekuler.[14]

Sekularisme sebagai akidah, asas, qaidah fikriyah, dan qiyadah fikriyah ideologi Kapitalis, mengakui keberadaan Tuhan secara tidak langsung. Akidah ini berpandangan bahwa alam semesta, manusia, dan kehidupan berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Hanya saja dalam kehidupan di dunia, akidah ini tidak mengakui Tuhan, sebab mereka berpandangan kehidupan manusia atau urusan publik merupakan wewenang manusia itu sendiri, karena Sekularisme menjadikan manusia sebagai sumber dan pembuat hukum, sedangkan peranan agama hanya berada dalam wilayah privat (menjadi urusan individu).[15]

Para pengemban Sekularisme tersebut menempatkan rasio (akal) manusia dan emperisme di atas segala-galanya. Mereka berpendapat rasionalisme dan emperisme dapat memecahkan segala permasalahan yang ada di dunia ini secara komprehensif dan tuntas,[16] sehingga manusia sendirilah yang memiliki solusi permasalahan hidupnya dan membuat peraturan-peraturan solusinya.

Dengan demikian pemikiran sekuler itulah yang menjadi solusi fundamental Kapitalisme dalam problematika pokok kehidupan dan dari sini terpancar pemikiran-pemikiran ideologi Kapitalis.

Berdasarkan proses kelahiran dan pandangan akidah Sekularisme, maka ideologi Kapitalis adalah ideologi yang batil. Pemisahan agama dari kehidupan jelas merupakan pemasungan terhadap agama. Pandangan ini membatasi peran Tuhan hanya pada kepentingan individu yakni sebatas yang mereka anggap kepuasan ruhiah (agama sebagai tempat pelarian), itupun setiap individu diberikan kebebasan untuk menyembah Tuhan atau tidak bertuhan (atheis). Permasalahannya, ketika tuntunan agama mewajibkan manusia menerapkan peraturan-peraturan Tuhan tidak hanya dalam masalah ibadah ritual saja tetapi juga dalam kehidupan publik, maka qaidah fikriyah Sekularisme menolak tuntunan agama ini. Maksudnya, Sekularisme menolak peran Tuhan dalam kehidupan publik. Jadi meskipun Sekularisme tidak mengingkari Tuhan sebagai Pencipta tetapi Sekularisme mengingkari tujuan Tuhan menciptakan alam semesta, manusia, dan kehidupan. Pandangan ini jelas merupakan suatu pengingkaran terhadap Tuhan.

Dengan demikian qiyadah fikriyah Sekularisme secara tegas dan pasti menolak bahkan menghancurkan setiap ajaran agama yang menyuruh manusia menerapkan hukum-hukum Tuhan yang mengatur masalah publik.

Penolakan Sekularisme ini jelas sebagai pembunuhan terhadap fitrah manusia, yakni naluri beragama, sebab Sekularisme menolak dan menghancurkan setiap manusia yang menyalurkan naluri beragamanya secara sempurna.[17] Setiap prinsip/ajaran atau pemikiran yang mengekang dan membunuh fitrah manusia adalah batil. Jadi atas dasar ini saja Sekularisme merupakan akidah yang batil.

Meskipun akidah Sekularisme merupakan akidah akliyah, karena ia memecahkan permasalahan fundamental kehidupan dengan jalan pemikiran, akan tetapi akidah ini tidak dibangun dari pemikiran yang benar. Sekularisme hanyalah akidah yang lahir atas dasar kompromi bukan atas dasar suatu pemikiran yang utuh dan tidak pula teruji kesahihannya. Kompromi dilakukan oleh dua pihak yang memiliki pemikiran yang saling bertentangan, antara pihak yang menginginkan tetap bergabungnya otoritas gereja dengan negara dalam mengontrol kehidupan negara dan masyarakat dengan pihak yang menolak sama sekali keberadaan agama di muka bumi. Jelas berdasarkan latar belakang dilakukannya kompromi tersebut, maka Sekularisme bukanlah akidah yang dibangun berdasarkan akal jernih tetapi atas dasar jalan tengah (pencampuradukan), sehingga akidah ini sebenarnya tidak dapat memuaskan akal.[18]

Jika ditarik pandangan yang saling kontradiktif pada saat itu, maka Sekularisme mencampuradukan antara yang batil (ajaran gereja) dengan yang batil (pemikiran yang menolak campur tangan agama dalam kehidupan) sehingga akidah Sekularisme sebagai hasil kompromi adalah suatu kebatilan yang baru.

Jika ditarik pandangan secara garis besar, maka Sekularisme mencampuradukan antara yang hak (Tuhan yang mengatur kehidupan) dengan yang batil (penolakan terhadap peranan Tuhan di dunia) sehingga akidah kompromi ini adalah akidah yang batil.[19]

Suatu akidah yang dibangun berdasarkan kebatilan maka fikrah dan thariqah yang dilahirkannya juga batil sehingga ideologi yang dibangun dari akidah ini tidak dapat membawa manusia kepada kebahagiaan hakiki selain malapetaka kehidupan di dunia, seperti halnya suatu bangunan yang dibangun dari fondasi yang rapuh maka bangunan tersebut juga sangat rapuh sehingga membahayakan para penghuninya.

Ideologi Islam

Berbeda dengan Kapitalisme, akidah Islam selain mengakui keberadaan Tuhan sebagai Pencipta alam semesta, manusia, dan kehidupan, serta kepada-Nya-lah seluruhnya kembali setelah berakhirnya kehidupan ini, akidah Islam mengharuskan para pemeluknya untuk tunduk dan patuh kepada Tuhan dalam kehidupannya di dunia.

Ketundukan dan kepatuhan ini bukanlah suatu dogma, tetapi merupakan keyakinan yang diperoleh dari hasil pemikiran mendasar. Karena dalam akidah Islam, pembuktian keberadaan dan ketauhidan Allah, keotentikan alquran, dan nabi Muhammad saw sebagai utusan Allah (rasulullah) diperoleh dari proses pemikiran, di mana secara akliyah ketiganya dapat dibuktikan oleh akal dengan sangat memuaskan sehingga tidak ada argumentasi apapun yang dapat membantahnya.

Dengan pembuktian yang tidak terbantahkan secara akliyah, maka apa-apa yang berasal dari Allah (wahyu) yang disampaikan oleh rasulullah kepada umat manusia melalui periwayatan-periwayatan yang mutawatir seperti yang tertera di dalam alquran dan hadits-hadits mutawatir merupakan perkara-perkara akidah yang tidak dapat terbantahkan pula, sehingga kita harus mengambilnya sebagai pegangan hidup yang menjadi asas, qaidah fikriyah, dan qiyadah fikriyah kita.

Atas dasar itulah, kehidupan manusia di dunia menurut akidah Islam harus tunduk dan patuh dalam aturan-aturan yang ditetapkan Allah swt bagi manusia, sebagaimana firman-Nya berikut ini:

Apa saja yang diperintahkan oleh rasulullah kepada kalian, laksanakanlah, dan apa saja yang dilarangnya atas kalian, tinggalkanlah. (QS. al-Hasyr [59]: 7).

Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim/pemutus atas apa saja yang mereka perselisihkan. (QS. an-Nisa [4]: 65).

Dalam hal apa saja kalian berselisih, maka putusannya harus dikembalikan kepada Allah. (QS. asy-Syura [42]: 10).

Kemudian, jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah pada Allah (alquran) dan rasul-Nya (sunnah). (QS. an-Nisa [4]: 59).

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. (QS. al-An'am [6]: 57).

Wujud ketundukan dan kepatuhan seorang muslim kepada Tuhannya adalah dengan menerapkan hukum syara' secara praktis dalam kehidupan, baik dalam hubungannya dengan Allah, hubungannya dengan dirinya sendiri, hubungannya dengan manusia lainnya, penerapan hukum syara' dalam wilayah privat dan dalam wilayah publik.

Pandangan akidah Islam itulah yang menjadi solusi fundamental masalah kehidupan dan dari atasnya terpancar pemikiran dan peraturan Islam yang memecahkan segala problematika kehidupan yang dihadapi manusia.

Akidah Islam dibangun dari pemikiran yang utuh dan teruji kesahihannya oleh akal. Di samping itu, akidah Islam juga tidak berbuat zalim terhadap naluri beragama manusia, justru akidah Islam membimbing manusia supaya menyalurkan naluri beragama secara benar dengan hanya berakidah dan beramal kepada Pencipta langit dan bumi. Dengan demikian fikrah dan thariqah yang dipancarkan dari akidah ini berasal dari Allah yang hanya Dia-lah yang mengetahui mana yang baik dan benar, sehingga dalam akidah Islam Allah-lah yang menjamin kebahagian hidup manusia tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat dan menjauhkan manusia dari malapetaka kehidupan.

Pemikiran Cabang Kedua Idiologi Ini

Bagi para pengemban ideologi Kapitalis, Sekularisme merupakan jalan menuju kebangkitan, karena dengan memisahkan agama (baca: Kristen) dari kehidupan, praktis tidak ada lagi hambatan dalam pengembangan pemikiran dan ilmu pengetahuan.[20] Mereka benar-benar memperoleh kemandirian dari pengaruh ajaran Kristen yang selalu menghambat ilmu pengetahuan, serta mendapatkan kebebasan untuk berpikir dan merealisasikan ide-idenya. Perkembangan pemikiran dan ilmu pengetahuan inilah pada abad ke-18 telah menjadi ruh revolusi Perancis dan revolusi industri.[21]

Inti pemikiran yang terkandung di dalam Sekularisme adalah kebebasan individu.[22] Kebebasan individu merupakan prinsip yang harus diwujudkan dalam ideologi Kapitalisme, sebab prinsip kebebasan individu menjamin keberlangsungan Sekularisme terutama dalam hal pelaksanaan kedaulatan dan menjalankan kehendak rakyat secara sempurna.[23]

Menurut Abdul Qadim Zallum, prinsip kebebasan individu yang bersifat umum (universal) dan harus diwujudkan di dalam masyarakat Kapitalis sekaligus untuk memelihara dan menyebarkan Sekularisme meliputi empat prinsip, yaitu:

1. Kebebasan beragama (freedom of religion).

2. Kebebasan berpendapat (freedom of speech).

3. Kebebasan kepemilikan (freedom of ownership).

4. Kebebasan berperilaku (freedom of behavior).[24]

Untuk memelihara dan menjamin keberlangsungan Sekularisme, Kapitalisme membuat peraturan-peraturan yang menjamin kebebasan beragama. Peraturan-peraturan tersebut memberikan kebebasan kepada manusia untuk beragama atau tidak beragama dan melarang individu memaksakan agamanya kepada individu lainnya. Akan tetapi jaminan kebebasan ini hanya sampai pada satu titik, yaitu tidak ada jaminan bagi individu yang melaksanakan agamanya secara sempurna yang agamanya memiliki peraturan-peraturan masalah publik, seperti masalah hukum, politik dan negara, ekonomi, sosial budaya, dan pendidikan. Qiyadah fikriyah Kapitalisme akan menghalang-halangi dan menghancurkannya dengan menciptakan propaganda dan perangkat hukumnya.[25]

Dalam sistem politik, Kapitalisme menerapkan sistem demokrasi, yaitu sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Aspek paling fundamental dalam demokrasi adalah kedaulatan di tangan rakyat dan rakyat sebagai sumber kekuasaan.[26] Aspek ini merupakan implementasi sekaligus sebagai jalan Kapitalisme dalam menjamin keberadaan Sekularisme.

Dengan kedaulatan di tangan rakyat, maka sistem demokrasi menempatkan rakyat sebagai sumber dan pembuat hukum bukan Tuhan. Agar aspek ini jalan, demokrasi menciptakan badan legislatif sebagai lembaga yang membuat undang-undang. Lembaga ini merupakan lembaga perwakilan rakyat dalam membuat undang-undang sekaligus untuk mewakili aspirasi rakyat. Sedangkan untuk menerapkan dan menjaga undang-undang yang dibuat legislatif, rakyat memberikan kekuasaannya kepada pemerintah (eksekutif) untuk melaksanakannya. Dalam memilih wakil rakyat dan menentukan pemegang tampuk kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan, sistem demokrasi menggunakan cara pemilihan umum dan referendum.

Dari mekanisme demokrasi inilah lahir berbagai undang-undang dan kebijakan pemerintah dalam mengatur kehidupan negara dan masyarakat, sehingga sistem ini sangat menentukan bagaimana sistem hukum dibuat dan diterapkan serta untuk kepentingan apa hukum tersebut diadakan. Karena itu penguasaan atas lembaga eksekutif dan legislatif menjadi rebutan partai politik, sehingga dari sini orientasi politik dalam demokrasi adalah kekuasaan bukan memberikan pelayanan dan perlindungan bagi rakyat.

Agar mekanisme demokrasi tersebut dapat berjalan, maka sistem ini memberikan jaminan kebebasan berpendapat kepada setiap orang baik pendapat tersebut membawa kemaslahatan bagi rakyat atau golongannya saja, maupun pendapat yang hakikatnya merusak kehidupan masyarakat. Setiap orang diberikan hak untuk mengemukakan pendapatnya, mendirikan partai politik, memilih atau tidak memilih dan untuk dipilih sebagai wakil rakyat atau sebagai penguasa.

Meskipun memberikan jaminan kebebasan bependapat atau berpolitik, tetapi Kapitalisme menolak dan mengancam pihak yang pendapat dan sikap politiknya bertentangan dengan ideologi ini apalagi jika bertentangan dengan Sekularisme. Qiyadah fikriyah Kapitalisme akan menciptakan propaganda dan peperangan untuk menghancurkan gerakan, partai dan negara yang tidak mengindahkan nilai-nilai Sekularisme dan Kapitalisme.[27]

Dalam sistem ekonomi, Kapitalisme menempatkan kebebasan kepemilikan sebagai motor penggerak perekonomiannya. Kebebasan kepemilikan merupakan kebebasan setiap individu untuk memiliki harta dalam bentuk apa pun dan mengembangkannya dengan sarana dan cara yang diinginkannya,[28] sehingga bukanlah suatu persoalan pemenuhan kepemilikan yang diinginkan orang tersebut apakah berasal dari perut (dari kebutuhannya) atau cuma dari fantasinya (khayalan) saja.[29] Juga bukan persoalan apakah kepemilikan yang dikuasainya memiliki sifat menguasai hajat hidup orang banyak atau memiliki sifat merusak. Setiap orang bebas bersaing untuk mendapatkan kekayaan dan keuntungan materi (profit).

Philosuf Inggris Herbert Spencer, sebagaimana dikutip Asif Khan, mengemukakan keyakinannya bahwa prinsip survival of the fittest (seleksi alam)[30] merupakan prinsip wajib yang dianut Kapitalisme dalam memposisikan kegiatan ekonominya.[31] Dengan prinsip ini kekayaan hanya akan berputar pada individu-individu yang memiliki kekuatan, kekuasaan dan kemampuan.

Sinergisme antara kebebasan kepemilikan dan filsafat ekonomi sekuler dengan revolusi industri semakin mengukuhkan penguasaan kekayaan di tangan segelintir orang yang memiliki modal kuat saja. Mekanisme ekonomi seperti ini menyebabkan akumulasi modal (kapital) secara terus-menerus ke tangan para pemilik modal.[32] Dari sinilah muncul istilah kapitalis. (Bersambung)

------------------------------------------------------------------------------

[1] Muhammad Muhammad Ismail, Bunga Rampai Pemikiran Islam (Al Fikru Al Islamiy), alih bahasa Nurkhalis, cet. v, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hal. 180-181.

[2] Ibid.

[3] Taqyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam (Nizham al-Islam), alih bahasa Abu Amin dkk, cet. ii, (Bogor: Pustaka Thaqriqul Izzah, 2001), hal. 2.

[4] Ibid, hal. 36-37.

[5] Ibid, hal. 37.

[6] Ibid, hal. 39.

[7] Mengenai alasan dan analisa yang menyebabkan pandangan hanya ada tiga ideologi di dunia, serta mengapa aikdah Islam disebut juga sebagai akidah akliyah, lihat ibid, bab Jalan Menuju Iman dan bab Kepemimpinan Berpikir dalam Islam.

[8] Abdul Qadim Zallum, Demokrasi Sistem Kufur, Haram Mengambil, Menerapkan, dan Menyebarluaskannya (Ad-Dimukratiyah Nizham al-kufr), alih bahasa M. Shiddiq al-Jawi, cet. II, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2001), hal. 5.

[9] Murtadha Muthahhari, Kritik Islam terhadap Materialisme (The Causes Responsible for Materialist Tendencies in The West), alih bahasa Persia-Inggris Mujahid Husayn, alih bahasa Inggris-Indonesia Akmal Kamil, cet. I, (Jakarta: Al-Huda, 2001), hal. 101-102.

[10] Ibid.

[11] Ali Shariati, Tugas Cendikiawan Muslim (Man and Islam), alih bahasa M. Amin Rais, cet. ii, (Jakarta: CV Rajawali, 1984), hal. 216.

[12] Ibid.

[13] Abdul Qadim Zallum, Demokrasi Sistem Kufur., hal. 5-6.

[14] Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat: Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno hingga Sekarang (History of Western Philosophy and Its Connection with Political and Social Circumstances from the Earliest Times to the Present Day), alih bahasa Sigit Jatmiko dkk, cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal. 645.

[15] Abdul Qadim Zallum, Demokrasi Sistem Kufur., hal. 6.

[16] M. Amin Rais, Cakrawala Islam, cet. i, (Bandung: Mizan, 1987), hal. 91. Pen. : meskipun akidah Sekularisme mengakui Tuhan sebagai Pencipta, kebebasan yang diberikan kepada setiap individu untuk beragama atau tidak, dan meletakkan kemampuan akal di atas segala-galanya, maka sebagian orang-orang yang menganut ideologi Kapitalis bisa jadi orang atheis.

[17] Taqyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam, hal. 56. Pen. : misalnya propaganda dan peperangan yang dilancarkan Amerika terhadap setiap gerakan Islam yang berusaha menegakkan syariat Islam di negerinya sendiri, merupakan suatu tindakan Amerika atas dasar Sekularisme yang berusha membunuh naluri beragama umat Islam.

[18] Ibid, hal. 61.

[19] Ibid.

[20] Sayyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern, Bimbingan untuk Kaum Muda Muslim (A Young Muslim's Guide to the Modern World), alih bahasa Hasti Tarekat, cet. I, (Bandung: Mizan, 1994), hal. 155.

[21] Ibid, hal. 162. Lihat juga Ali Shariati, Tugas Cendikiawan Muslim, hal. 216.

[22] Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat., hal. 647.

[23] Abdul Qadim Zallum, Demokrasi Sistem Kufur., hal. 4.

[24] Ibid, hal. 5.

[25] Propaganda seperti Islam liberal, pluralisme, toleransi, fundamentalis, ekstrimis, teroris, serta undang-undang anti terorisme dan sejenisnya merupakan qiyadah fikriyah Kapitalisme yang berusaha menghancurkan Islam sebagai agama yang sempurna, sebagai sebuah ideologi, menjadi agama ritual belaka.

[26] Ibid, hal. 7.

[27] Pelarangan aktivitas gerakan Islam di negeri-negeri Barat dan negeri-negeri Islam dilakukan karena gerekan-gerakan tersebut sikap politiknya bertentangan dengan Sekularisme dan Kapitalisme. Di Aljazair kemenangan Partai Islam FIS dalam pemilu 1992 dibatalkan oleh pemerintah, bahkan partai tersebut dibubarkan sedangkan aktifisnya ditangkapi dan dibunuh. Hal tersebut terjadi karena FIS memiliki sikap politik untuk menegakkan syariat Islam. Tindakan pemerintahan Aljazair ini mendapatkan dukungan penuh Amerika Serikat dan Perancis. Pemerintah negara-negara Kapitalis juga mengkampanyekan bahwa Islam harus dipisahkan dari politik dengan alasan politik itu kotor, Islam tidak mengatur masalah kenegaraan, syariat Islam hanya cocok untuk jaman dan kondisi dahulu saja, syariat Islam kejam dan mendiskriminasi kaum wanita.

[28] Ibid, hal. 77.

[29] Karl Marx, Capital Jilid I, diterjemahkan dari bahasa Hongaria oleh Edi Cahyono, http://www.marxists.org/indonesia/archive/marx-engels/1867/capital01.htm

[30] Survival of the fittest (seleksi alam) adalah istilah yang digunakan oleh Darwin untuk menjelaskan bagaimana hewan mempertahankan hidupnya. Ia mencontohkan serigala. Untuk mendapatkan masangnya, serigala memperolehnya sebagian dengan tipu muslihat, sebagian dengan kekuatan, sebagian lagi dengan kecepatan. Jika mangsa yang ada hanya rusa yang larinya cepat, sedangkan mangsa-mangsa lainnya yang lebih lemah jauh berkurang, maka serigala harus dapat memangsa rusa agar dapat bertahan hidup. Menurut Darwin, hanya serigala-serugala yang memiliki kekuatan dan kecepatan berlari serta ramping yang dapat memangsa rusa sehingga serigala inilah yang dapat bertahan hidup, sedangkan serigala-serigala yang lemah akan sulit bertahan hidup. Dengan cara inilah alam menyeleksi sendiri serigala mana yang dapat bertahan hidup. Lihat: Charles Darwin, The Origin of Species: Asal Usul Spesies, alih bahasa F. Susilohardo dan Basuki Hernowo, cet. I, (Yogyakart: Ikon Teralitera, 2002), hal. 96.

[31] Asif Khan, Exposition of Capitalism - The Corrupted Creed [Part 2], http://www.mindspring.eu.com/capitalismp2.htm

[32] Anonim, Pengantar Ekonomi Politik, November 2002 http://www24.brinkster.com/indomarxist/ 00000066.htm
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

post your comment now....